Hari Pertama dari Seribu Hari (Catatan Hati Pengawal Generasi-1)

Oleh : | Pada : 22 November 2014 | Dilihat Sebanyak 1550 Kali

1000 Hari, Kawal Generasi

Dear diary, 

Menjadi ujung tombak digerakkannya Progam 1000 Hari Awal Kehidupan ini menjadi pengalaman yang sangat menarik bagi saya yang baru duduk di tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Kami diberi kesempatan untuk mengawal suatu proses ajaib dalam sejarah kehidupan manusia, yaitu Kelahiran. Dalam meniti jalan menjadi seorang dokter, kesempatan untuk 'bersentuhan' langsung dengan masyarakat yang dalam hal ini Ibu Hamil menjadi bekal yang sangat bermanfaat bagi kami. 

Pekan lalu kami diberikan materi-materi pra peluncuran Program 1000 Hari awal kehidupan. Awalnya kami dikagetkan dengan Angka Kematian Ibu dan anak yang semakin meroket di Indonesia. Sekitar 359 kasus per 100.000 kelahiran yaitu setara dengan 400 pesawat yang jatuh setiap tahunnya. Angka yang fantastis ini semakin membuka lebar mata kami tentang urgensi dari dilaksanakannya program ini. 

Di sore hari 20 November 2014 saya mengunjungi rumah Ibu Ika dan Bapak Ricky di kawasan Mangga Tiga. Rumah mungil yang berwarna kuning ini dihuni oleh tujuh orang dengan satu kamar utama dan satu ruang tengah. Saat saya hendak masuk, suara ayam jantan berjengger merah piaraan keluarga Bapak Ricky berkokok seraya menyambut kedatangan saya. Ditemani sahabat saya Amel, saya pun dipanggil masuk ke ruang tengah dan berkenalan dengan Ibu Ika. 

Secara umum, kondisi Ibu Ika cukup Prima. Namun, dengan berat badannya yang 51 kg membuat sedikit kekhawatiran di hati saya. Apakah kelak bayinya akan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)? Namun diakui Ibu Ika bahwa ia memang memiliki tubuh yang kurus sehingga kenaikan berat badan tidak terlalu drastis terlihat. Kehamilan ini merupakan kehamilan yang pertama sehingga Ibu Ika masih memiliki pengalaman yang kurang dan masih  was was. Apalagi dengan umurnya yang masih 18 tahun. 

Awalnya saya kaget mengetahui bahwa kehamilan Ibu Ika sudah 24 minggu padahal secara kasat mata perutnya masih terlihat agak kecil. Dari situlah pertanyaan demi pertanyaan mulai mengalir sehingga saya bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Sulit untuk memastikan umur kehamilan karena Ibu Ika telah lupa HPHT (Haid Pertama Haid Terakhir). Tetapi dari ukuran tinggi fundus, Bidan yang memeriksa Ibu Ika menaksir bahwa umur kehamilan sekarang sekitar 24 minggu dan diperkirakan akan melahirkan pada pertengahan bulan Februari tahun depan. 

Selama kehamilan, Ibu Ika baru satu kali melakukan ANC (Ante Natal Care) di Rumah Sakit Bersalin Kasih pada tanggal 26 September 2014. Dalam kunjuangan tersebut, Ibu Ika mendapatkan suntikan Tetanus dan BCG. Diketahui pula dari Buku Kehamilan yang didapatkan tekanan darah Ibu Ika 90/60 yang mana tidak beresiko Hipertensi. Sehingga Ibu Ika merencanakan hendak bersalin di Rumah saja dengan bantuan bidan. Setiap malam Ibu Ika sering melakukan terapi memijat perutnya agar posisi janin dalam posisi yang benar. 

Diakui Ibu Ika masih memiliki nafsu makan yang kurang baik. Di rumah sering disiapkan ikan dan telur oleh mertuanya. Namun karena faktor mual yang sering ia rasakan maka terkadang hanya mangga muda atau salak yang ingin Ibu Ika makan. Maka dari itu saya menyarankan agar Ibu Ika memakan vitamin yang diberi oleh Bidan berupa Novakal, Sangobion dan Caviplex. Selain itu diberikan juga susu khusus Ibu hamil (Anmum)  untuk menunjang asupan gizi Ibu Ika dan janinnya. Tertulis dalam kotak susu tersebut dengan tambahan Asam Folat, Zat Besi dan Asam Linoleat. 

Di lain waktu, saya juga bercengkrama dengan Ibu mertua dari Ibu Ika. Menurut Ibu mertuanya, Ibu Ika rajin bangun pagi untuk berjalan di sekitar rumah. Ini untuk membuat otot-otot kandungannya menjadi kuat sehingga mudah saat bersalin kelak. Ibu Ika juga mengerjakan pekerjaan rumah berupa mencuci piring dan pakaian serta membersihkan rumah. Semua itu ia lakukan tanpa hambatan. Namun, biasanya pada malam hari sebelum tidur ia merasa agak sesak nafas. Mungkin ini terjadi karena beban janin yang sudah semakin besar. 

Di akhir kunjungan, saya memberi nomor telfon pribadi saya kepada Ibu Ika jika sewaktu-waktu beliau memiliki masalah terkait kehamilan atau kesehatannya. Entah mengapa, boleh dikata kunjungan perdana ini sangat membekas di benak saya. Untuk menjadi dokter, masih butuh tahapan yang panjang ke depan. Jauh di lubuk hati saya, untuk kali pertamanya, saya merasa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Ada golden feeling yang saya rasakan saat menginjakkan kaki ke rumah Ibu Ika dan bercengkrama dengannya. Berhadapan dengan stranger dan memberikan perhatian serta kepedulian saya untuknya. 



Leave A Reply